Angka Perceraian Kawula Muda Semakin Meningkat, Apa Penyebabnya?

penyebab angka perceraian meningkat

Penyebab Angka Perceraian Meningkat – Perceraian di Indonesia bukanlah termasuk dalam kategori fenomena langka. Bahkan akhir-akhir ini malah sering terjadi dan mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Namun yang menjadi pertanyaan dan membuat masyarakat penasaran adalah penyebab utama meningkatkan angka perceraian di Indonesia khususnya pada kawula muda.

Baca juga: Cara Mengatur Finansial Keluarga Ini Bisa Terbebas dari Jeratan Pinjol, Simak Lengkapnya!

Berdasarkan data statistik yang dirilis pemerintah, setidaknya sepanjang tahun 2022 mencapai 516 ribu kasus. Jika diambil angka rata-rata harian dengan membaginya 365 hari, per harinya diprediksi tembus di angka 1400 an kasus.

Ini jumlah yang fantastis lho! Lantas, sebenarnya apa penyebab angka perceraian kian meningkat?

Penyebab Angka Perceraian Meningkat Pada Kawula Muda

Banyak orang yang menyebutkan, bahwa meningkatnya angka perceraian masyarakat Indonesia khususnya kawula muda, menunjukkan adanya penurunan kualitas hidup. Berikut ini terdapat beberapa penyebabnya:

1.Menurunnya Norma dan Nilai-nilai Tradisional

Penyebab angka perceraian meningkat yang pertama adalah karena penurunan norma dan nilai-nilai tradisional dari banyak sumber. Mulai dari hal yang bersumber dari kearifan lokal maupun dari ajaran agama masing-masing sesuai keyakinan.

Di samping itu beberapa hal seperti pola relasi dalam masing-masing keluarga dan aspirasi sosial ikut berpengaruh.

Agama menjadi dasar dan landasan moral sekaligus sebagai pedoman dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Namun dari segi tradisi di Indonesia, semua keputusan dalam rumah tangga banyak merugikan pihak wanitanya.

Pasalnya, mau tidak bahagia atau mendapat perlakukan buruk, berdasarkan banyak tradisi wanita harus patuh pada suaminya. Inilah mengapa UU Pernikahan dibuat guna melindungi para wanita dan mempunyai hak untuk mengajukan gugatan cerai dengan catatan memiliki alasan serta bukti yang kuat.

2.Pertengkaran Berkepanjangan

Masalah sepele yang tercipta dari kesalahpahaman dan dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan masalah yang besar. Hal ini seringkali menjadi pemicu utamanya terjadinya pertengkaran yang berkepanjangan dan pada akhirnya berujung pada perceraian.

Data statistik menunjukkan pertengkaran membuat 337.343 kasus (75,34%) istri mengajukan gugatan cerai. Sementara dari pihak suami, terdapat 110.440 kasus (24,66%) cerai talak.

Jika dijumlahkan secara global, angka perceraian karena pertengkaran mencapai 447.743 kasus sepanjang tahun 2021 lalu.

3.Faktor Usia dan Ekonomi

Usia yang terlalu dini pada pernikahan, berdampak pada berbagai hal seperti kesiapan mental maupun fisik kedua belah pihak. Suami istri yang usianya masih terlalu dini cenderung memiliki pola pikir yang belum matang dan bahkan ada yang masih kekanak-kanakan. Dengan begitu, jika ada sedikit konflik saja kedua belah pihak tidak mau mengalah dan terus mengutamakan egonya.

Tidak hanya pola pikir saja, dari segi kesiapan finansial rasanya masih jauh dari kata mapan. Memang, pada dasarnya pernikahan tidak harus mapan dulu, namun tetap perlu mempertimbangkan kesiapan ekonomi.

4.Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

alasan angka perceraian meningkat
sumber: freepik.com

Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi karena berbagai sebab. Salah satunya karena masalah yang berlarut-larut dan tak kunjung terselesaikan atau bisa jadi karena karakter individu tersebut yang terbiasa berlaku kasar.

Yang cukup mengejutkan, KDRT turut menyumbang tingginya kasus perceraian di Indonesia. Jika sudah begini konseling pernikahan sangat dibutuhkan untuk memperbaiki mental yang sudah rusak.

Baca juga: 5 Masalah Rumah Tangga yang Sering Terjadi & Solusinya

5.Selingkuh dan Poligami

Terakhir, selingkuh dan poligami turut meramaikan panggung perceraian di banyak pengadilan di Indonesia. Dalam hal ini, pendidikan pra nikah dianggap sangat penting agar angka perselingkuhan dan poligami secara diam-diam bisa terus ditekan.

Itulah beberapa penyebab angka perceraian meningkat pesat dan tingkat keluarga bahagia di Indonesia menurun dari tahun ke tahun. Sejatinya sebelum memutuskan untuk menikah, setiap individu memang harus sudah siap dari segi mental maupun fisik, termasuk kematangan dalam berpikir dan kondisi ekonomi yang mumpuni.